Senin, 21 Januari 2008

MASUK KE DALAM KELUARGA ALLAH (ADOPSI)

Teks : Roma 8:12-17

Paulus memperkenalkan kepada kita suatu kiasan lain, yang di dalamnya ia menggambarkan hubungan baru antara orang Kristen dengan Allah. Orang Kristen disebutnya, diangkat (adopsi) menjadi anggota dari keluarga Allah. Kita hanya akan mengerti tentang arti yang mendalam dari bagian ini, apabila kita mengerti bagaimana serius dan berbelit-belitnya adopsi di lingkungan orang Romawi.

Pengangkatan anak (adopsi) orang Romawi dibuat lebih serius dan lebih sulit dengan adanya konsep "patria potestas", yaitu kekuasaan ayah atas keluarganya. Inilah kekuasaan mutlak seorang ayah untuk membuang dan menguasai, dan pada mulanya benar-benar kuasa atas hidup mati anaknya. Dalam hubungan dengan ayahnya, seorang anak laki-laki Romawi sebenarnya tak pernah menginjak dewasa. Tak peduli berapa pun umurnya, ia tetap di bawah "patria potestas", di dalam pemilikan absolut dan di bawah penguasaan mutlak dari ayahnya. Jelas, hal ini membuat pengangkatan anak ke dalam keluarga lain sangat sulit dan suatu langkah yang berat. Dalam pengangkatan anak seseorang harus bisa keluar dari satu "patria potestas" dan masuk ke bawah yang lain.

Ada dua langkah:
  1. Mancipatio. Istilah ini melambangkan hal jual beli, di mana anak timbangan dan timbangan itu dipakai secara simbolis. Tiga kali jual beli simbolis itu dilaksanakan; dua kali secara simbolis, ayah menjual anaknya, dan dua kali ia membelinya kembali; tetapi yang ketiga kalinya, ia tidak membelinya kembali dan dengan demikian "patria potestas" itu dibatalkan.
  2. Vindicatio. Ini sebuah upacara di mana ayah angkat itu pergi mengadap "praetor", salah seorang pejabat Romawi, dan memohonkan secara hukum untuk pemindahan hak atas orang yang diadopsinya ke dalam "patria potestasnya." Apabila semuanya itu telah beres, pengangkatan orang itu selesai. Jelas ini adalah suatu langkah yang serius dan mengesankan.


Tetapi konsekuensi dari pengangkatan inilah yang lebih mengesankan dalam gambaran Paulus. Ada empat pokok, antara lain:
a. Orang yang diangkat itu kehilangan seluruh hak di dalam keluarganya yang lama dan mendapat hak sebagai anak yang sah dalam keluarganya yang baru. Melalui jalan sah yang sangat mengikat itu, ia mendapat seorang ayah baru.

b. Ia menjadi ahli waris atas harta ayah barunya. Meskipun sesudah itu lahir anak yang lain, hal itu tidak mempengaruhi haknya. Tidak dapat dicabut haknya untuk bersama-sama mewarisi dengan mereka.

c. Secara hukum, kehidupan yang lama dari orang yang diadopsi itu, dihapuskan; misalnya, semua hutang-hutang dibatalkan. Ia dianggap sebagai orang baru yang masuk ke dalam kehidupan baru; yang lama sama sekali tidak berlaku lagi.

Dalam pandangan hukum, ia adalah mutlak anak dari ayah barunya. Sejarah Romawi memberikan kasus yang sangat terkenal mengenai kebenaran ini. Kaisar Claudius mengangkat Nero sebagai anaknya supaya Nero dapat mewarisi tahtanya; mereka sama sekali tidak punya hubungan darah. Claudius sudah mempunyai seorang putri, Octavia. Untuk mempererat persekutuan ini, Nero bermaksud menikah dengannya. Nero dan Octavia tidak ada hubungan darah; namun dalam pandangan hukum, mereka adalah bersaudara; dan sebelum mereka dapat menikah, senat Romawi harus membuat perundang-undangan khusus.

Itulah yang Paulus pikirkan. Ia kemudian menggunakan gambaran lain lagi dari pengangkatan anak Romawi. Ia berkata, bahwa Roh Allah bersaksi bersama-sama dengan Roh kita bahwa kita benar-benar anakNya. Upacara pengangkatan dilakukan di hadapan tujuh saksi. Seandainya ayah angkat itu mati dan ada percekcokan tentang hak dari anak angkat itu untuk mewarisi, seorang atau lebih dari saksi-saksi itu melangkah ke depan dan bersumpah bahwa pengangkatan itu benar. Maka hak dari anak angkat itu terjamin dan ia betul-betul menjadi warisnya. Paulus berkata, bahwa Roh Kudus sendiri menjadi saksi untuk pengangkatan kita ke dalam keluarga Allah.

Kemudian kita lihat, bahwa setiap langkah dari pengangkatan Romawi adalah sangat berarti dalam pemikiran Paulus, ketika ia menerapkan gambaran itu pada pengangkatan kita ke dalam keluarga Allah. Dahulu kita ada di dalam kekuasaan mutlak dari tabiat kita yang berdosa; tetapi Allah karena kasih setianya, telah membawa kita ke dalam ikatan kasihNya yang mutlak. Kehidupan lama tidak lagi mempunyai hak atas kita; Allah yang mempunyai hak mutlak. Yang lama telah dibatalkan dan hutangnya telah dihapuskan; kita mulai suatu kehidupan baru dengan Allah dan menjadi ahli waris seluruh kekayaanNya. Jika demikian, kita menjadi pewaris bersama-sama dengan Yesus Kristus, Anak Allah yang sejati. Apa yang Kristus warisi, kita juga mewarisinya. Jika Kristus harus menderita, kita juga mewarisi penderitaan itu; tetapi jika Kristus dibangkitkan untuk kehidupan dan kemuliaan, kita juga mewarisi kehidupan dan kemuliaan itu.

Dalam gambaran Paulus, apabila seseorang menjadi Kristen, ia masuk ke dalam keluarga Allah. Ia tidak berbuat sesuatu supaya layak menerima itu; Allah, Bapa yang Maha Besar, di dalam kasih setiaNya yang menakjubkan telah mengambil yang hilang, yang tak berdaya, papa, berdosa dan mengangkatnya menjadi anakNya, sehingga hutangnya dibatalkan dan ia mewarisi kemuliaan.


Buku Ref.:
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari – Surat Roma. (Jakarta : BPK Gunung Mulia).