Jumat, 28 Desember 2007

KUTUK DIASPORA

"Dan seluruh rakyat itu menjawab: "Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami!" (Mat. 27:25).

Ayat tersebut diatas menunjukkan betapa sombong dan angkuhnya orang Yahudi terutama para imam-imam kepala dan tua-tua yang mengerti taurat dan nubuat yang sangat banyak tentang Tuhan Yesus dalam Kitab Perjanjian Lama, namun mereka tetap menyangkal Dia sebagai Anak Allah. Hati dan telinga mereka sudah tertutup sehingga tidak bisa lagi melihat siapa sebenarnya Yesus yang mereka desak untuk disalibkan itu.

Diaspora Yahudi (bahasa Ibrani: tefutzah, "tersebar", atau Galut גלות, "pembuangan") adalah penyebaran orang-orang Yahudi di seluruh dunia. Secara umum pengertian diaspora dianggap telah dimulai dengan pembuangan di Babel pada 597 SM, setelah sejumlah komunitas Yahudi Timur Tengah terbentuk pada waktu itu sebagai akibat dari kebijakan yang toleran dan kemudian menjadi pusat-pusat kehidupan Torah dan Yudaisme yang penting selama abad-abad berikutnya.

Kekalahan orang-orang Yahudi pada Pemberontakan Besar Yahudi pada tahun 70 dan Pemberontakan Bar Kokhba pada 135 dalam menghadapi Kekaisaran Romawi merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan besarnya jumlah dan daerah pemukiman di diaspora, karena banyak orang Yahudi yang tersebar setelah hilangnya negara mereka Yudea atau dijual dalam perbudakan di seluruh kekaisaran. (http://id.wikipedia.org/wiki/Diaspora_Yahudi)
Berikut kronologis dari masa diaspora, betapa mengerikan dan dahsyatnya penderitaan yang dialami oleh orang Yahudi di berbagai negara di muka bumi ini, sebagai akibat perbuatan dan ucapan mereka:

Penindasan Yahudi Pribumi di Mesir sebelum 1948

Yahudi tinggal di Mesir sejak ribuan tahun. Suku2 Israel pertama pindah ke Tanah Goshen (tepi utara Delta Nil) selama kekuasaan Faraoh Amenhotep IV (1375-1358SM). Selama kekuasaan Ramses II (1298-1232 SM), mereka diperbudak bagi proyek2 pembangunan Faraoh. Penerusnya, Merneptah, melanjutkan kebijakan anti-Yahudi yg sama dan pada sekitar th 1220 SM, mereka berontak dan melarikan diri melewati Sinai ke Kanaan. Inilah Exodus yg diceritakan dlm Injil yg selalu diperingati Yahudi pd Hari Passover. Bertahun2 kemudian, banyak Yahudi di Eretz, Israel, yg tidak dideportasi ke Babylon (Irak sekarang) mencari perlindungan di Mesir, diantaranya nabi Jeremiah. Thn 1897 terdapat lebih dari 25.000 Yahudi di Mesir, yg berpusat di Kairo dan Alexandria. Th 1937 penduduk mencapai 63,500.
Friedman menulis dalam "The Myth of Arab Tolerance/Mitos Toleransi Arab"; "Seorang kalif, Al-Hakim dari kerajaan Fatimid menciptakan bentuk2 penghinaan berat teradap Yahudi dalam upayanya memainkan perannya sebagai "Penyelamat Umat Manusia". Pertama, Yahudi dipaksa mengenakan gambar2 kepala anak sapi emas dileher mereka, seakan mereka masih berhala. Mereka juga dipaksa untuk mengenakan bel dan batang-batang kayu seberat 3 kg digantung dileher mereka. Mereka tetap tidak mau masuk Islam dan dalam kemarahannya, sang Kalif menghancurkan seluruh kawasan tempat tinggal Yahudi di Kairo. Th 1945, dgn meningkatnya nasionalisme Mesir dan suburnya sentimen anti-Barat dan anti-Yahudi, pecahlah kerusuhan. 10 Yahudi tewas, 350 luka-luka dan sebuah sinagog, rumah sakit Yahudi dan kawasan pemukiman yg berusia ratusan tahun dibakar habis. Berdirinya Negara Israel semakin meningkatkan rasa anti Yahudi: antara Juni dan November 1948, sejumlah bom meledak di kawasan Yahudi yg menewaskan 70 Yahudi dan melukai 200. 2.000 Yahudi ditangkap dan harta benda mereka disita.

Peristiwa Sesudah 1948

Tahun 1956: pemerintah Mesir menggunakan kampanye Sinai sebagai alasan mengusir ke 25.000 penduduk pribumi Yahudi Mesir dan menyita harta benda mereka. Sekitar 1.000 Yahudi dipenjara. Dan taggal 23 November, 1956, dikeluarkan sebuah proklamasi oleh Menteri Agama yg dibacakan di masjid-masjid diseluruh Mesir bahwa "semua Yahudi adalah Zionis dan musuh negara," dan menjanjikan pengusiran mereka.
Ribuan Yahudi diperintahkan meninggalkan negara mereka. Mereka diijinkan untuk membawa hanya satu kopor saja dengan jumlah uang recehan dan dipaksa menandatangani deklarasi ‘menyumbang’ harta benda mereka ke pemerintah Mesir. Harta yg ditinggalkan diperkirakan US$ 30 milyar !!

Sejumlah anggota keluarga Yahudi disandera utk memastikan bahwa mereka yg meninggalkan negara tidak melakukan sesuatu yg dapat merugikan pemerintah Mesir.
Tahun 1979, masyarakat Yahudi Mesir menjadi masyarakat pertama didunia Arab yang mengadakan hubungan dengan Israel. Israel kini memiliki kedutaan di Kairo dan sebuah Konsulat Jendral di Alexandria. Pada saat ini, segelintir Yahudi yang masih tersisa di Mesir bebas mempraktekkan agama mereka. Shaar Hashamayim adalah satu-satunya sinagog yg beroperasi di Kairo. Namun dari sekian banyak sinagog di Alexandria, hanya sinagog Eliahu Hanabi boleh dipakai. Tahun 1957, penduduk Yahudi mencapai angka 15.000. Tahun 1967, setelah Perang Enam Hari, muncul kembali penindasan dan Yahudi tinggal 2.500. Tahun 1970an, setelah Yahudi yang tersisa diijinkan imigrasi (alias ditendang keluar), hanya segelintir Yahudi masih tersisa. Hak-hak Yahudi dipulihkan kembali pada thn 1979 setelah Presiden Anwar Sadat menandatangani Perjanjian Camp David dgn Israel. Kini, masyarakat Yahudi di Mesir berusia lanjut dan hampir punah.

Penindasan terhadap Yahudi Pribumi di Irak Sebelum 1948

Yahudi pribumi Irak merupakan masyarakat tersendiri dengan sejarah keilmuan dan prestasi tinggi. Mereka makmur di Babylonia selama 1200 tahun sebelum perebutan Muslim tahun 634AD; dan pada abad ke 9 diberlakukanlah Aturan-aturan Dhimmi seperti pengenaan sepotong kain kuning, pajak per kepala yg sangat tinggi (jizyah) dan pembatasan pemukiman. Penindasan ekstrim oleh kalif-kalif Arab dan Mameluk memberlakukan pajak yang sama saja dengan penyitaan harta pd th 1000AD. Tahun 1333, penindasan berpuncak pada penjarahan dan penghancuran pemukiman Yahudi pribumi di Bagdad. Thn 1776, terjadi pembantaian Yahudi di Bosra oleh tentara Ottoman yg mengakibatkan banyak Yahudi mengungsi.
Abraham, bapak orang Yahudi, lahir di Ur di Chaldees, di Irak Selatan, sekitar 2.000 SM. Masyarakat itu bisa dilacak sampai abad 6M ketika Nebuchadnezzar merebut Judea dan mengirim seluruh penduduk ke pengasingan ke Babylonia.
(Ingat lagu Boney M : By the Rivers of Babylon … there we sat down … and there we were, when we remember Zion …Lagu itu mengibaratkan Yahudi pada masa pengasingan itu.)
Masyarakat Yahudi pribumi Timur Tengah juga membina hubungan kuat dengan tanah Israel dan dengan bantuan rabbi-rabbi dari Israel, berhasil mendirikan akademi-akademi Rabbi ternama. Pada abad ke 3M, Babylon menjadi pusat pendidikan Yahudi, dengan penciptaan mereka yg paling terkenal : Talmud Babylon. Dibawah kekuasaan Muslim yang dimulai pada abad 7, keadaan mereka kembang kempis. Yahudi pribumi boleh memegang jabatan dalam pemerintahan dan dalam bidang perdagangan mereka maju tetapi pada saat bersamaan mereka dikenakan pajak-pajak khusus, pembatasan aktivitas bisnis dan (spt yg dialami golongan Cina di Indonesia) permusuhan luas.

Dibawah jajahan Inggris, yang dimulai tahun 1917, nasib Yahudi pribumi secara ekonomis membaik dan mereka kembali memegang jabatan pemerintahan. Mereka malah diijinkan utk mendirikan organisasi2 Zionis dan meneruskan studi2 Ibrani. Semua ini berakhir saat Irak merdeka pd tahun 1932. Juni 1941, kudeta pro-Nazi pimpinan Rashid Ali mengakibatkan POGROM di Baghdad. Massa Irak yg bersenjata, dgn bantuan polisi dan tentara, membunuh 180 Yahudi dan melukai sekitar 1.000. (Persis spt peristiwa Mei 1998)
Walaupun emigrasi dilarang, banyak Yahudi berhasil melarikan diri ke Israel dengan bantuan gerakan bawah tanah. Namun kerusuhan anti-Yahudi terus berlangsung antara 1946-49. Setelah pembentukan Israel th 1948, Zionisme diancam hukuman mati.

Setelah 1948

Thn 1950, parlemen Iraq menyetujui emigrasi ke Israel, satu tahun setelah mereka melepaskan kewargaan mereka. Setahun kemudian, harta benda Yahudi yang beremigrasi dibekukan dan pembatasan ekonomi diberlakukan bagi mereka yg memilih utk tinggal di negara itu. Mei 1950 - Agustus 1951, badan-badan Yahudi dan pemerintah Israel berhasil menerbangkan 110.000 Yahudi ke Israel dlm Operasi Ezra dan Nehemiah. Ini termasuk ke-18.000 Kurdi Yahudi. Sekitar 20.000 diselundupkan keluar lewat Iran. Jadi, masyarakat berjumlah 150.000 pada tahun 1947 berkurang sampai berjumlah 6.000 setelah 1951.
Tahun 1952, pemerintah Iraq melarang Yahudi untuk beremigrasi dan menggantung dua orang Yahudi dimuka umum setelah dikenakan tuduhan palsu melemparkan bom kpd kantor Bagdad di Badan Informasi AS. Tahun 1963, dengan meningkatnya faksi-faksi Ba'ath yang berkompetisi, pembatasan berikutnya diterapkan pada Yahudi-Yahudi Irak yang masih tersisa. Penjualan harta benda dilarang dan semua Yahudi disyaratkan agar selalu membawa KTP berwarna kuning.

Tahun 1967, setelah Perang 6 Hari, harta benda Yahudi disita, tabungan di bank dibekukan; mereka dipecat dari jabatan pemerintahan; bisnis-bisnis ditutup; ijin dagang dibatalkan, sambungan telpon dihentikan. Yahudi dikenakan tahanan rumah selama waktu panjang atau dibatasi gerakan hanya dalam kota-kota. Ke 3.000 Yahudi yg tersisa juga dipecat dari pekerjaan.
Tahun 1968, penindasan mencapai puncaknya. Puluhan ditahan setelah ditemukannya "jaringan mata2" yang terdiri dari tokoh-tokoh bisnis. 14 lelaki – 11 dari mereka Yahudi- dikenakan hukuman mati dalam pengadilan asalan dan DIGANTUNG DIDEPAN MASSA di lapangan-lapangan di Baghdad; yang lainnya mati disiksa.

January 27, 1969, Radio Baghdad memanggil semua orang Iraq "untuk datang dan menikmati pesta." Sekitar 500.000 lelaki, wanita dan anak-anak berbaris dan menari-nari melewati panggung tempat bergantungnya mayat-mayat Yahudi ; dan massa dengan harmonis meneriakkan "Death to Israel" dan "Death to all traitors." Ini mengakibatkan kemarahan dunia yg ditanggapi Radio Baghdad dengan mengatakan: "Kami menggantung mata2, tetapi Yahudi menyalibkan Kristus."

Yahudi terus dimata-matai oleh intel pemerintah Irak. Max Sawadayee, dalam "All Waiting to be Hanged"(Semua Menunggu Giliran Digantung) menulis kesaksian seorang Yahudi Irak: "Dehumanisasi Yahudi oleh penghinaan dan siksaan terus menerus ... menghancurkan total kemampuan fisik dan mental kami utk pulih kembali."

Tahun 70-an, karena tekanan internasional, Baghdad diam-diam mengijinkan Yahudi yang masih ada di negara mereka untuk beremigrasi (secara diam-diam pula). Kebanyakan dari mereka pada saat itu sudah terlalu tua untuk emigrasi. Mereka ditekan pemerintah untuk menyerahkan hak kepemilikan, tanpa kompensasi, atas tanah Yahudi senilai lebih dari $200 juta.

Hanya satu sinagog beroperasi di Iraq, di Bataween – yang pernah merupakan pemukiman utama Yahudi di Baghdad. Rabbi mereka wafat tahun 1996 dan tidak ada dari mereka yang dapat melaksanakan liturgi. Menurut administrator sinagog, mereka diijinkan mempraktekkan agama mereka, tetapi tidak boleh memegang jabatan pemerintahan atau menjadi anggota angkatan bersenjata. Selama berabad-abad, Yahudi ditindas di semua negara berbahasa Arab. Bagdad pernah mencapai 1/5 Yahudi dan tinggal di Irak selama 2.500 tahun dan hanya tersisa 61 Yahudi di Baghdad dan sekitar 200 di daerah2 Kurdi di bagian utara. Penindasan Yahudi di Yaman Sebelum 1948

Di Yaman, dari abad ke 7, populasi Yahudi mengalami penindasan yg paling parah akibat Pakta Umar. Selama 4 abad, Yahudi menderita akibat peraturan Islam yang paling intoleran, ekstrim dan fanatik. Thn 1724, penguasa memerintahkan penghancuran semua sinagog dan pelarangan tempat-tempat doa umum. Yahudi didepak, kebanyakan mati karena kelaparan dan mereka yang selamat dipaksa untuk menetap di Mausa, namun kemudian, perintah ini dibatalkan tahun 1781 karena negara kekurangan ahli kerajinan tangan. Jacob Sappir, penulis Yerusalem, menggambarkan nasib Yahudi Yaman di thn 1886:

"Penduduk Arab dari dulu menganggap Yahudi NAJIS, namun harta mereka tidak dianggap najis. Mereka menuntut segala kepemilikannya, dan jika si Yahudi menolak, mereka akan menggunakan cara-cara paksa...Karena ketakutan, Yahudi tinggal diluar kota ditempat-tempat gelap seperti sel penjara atau goa2 ... kesalahan yang paling kecil pun akan menyebabkan mereka didenda yang tidak masuk akal tingginya, dan jelas tidak dapat mereka bayar. Kalau mereka tidak sanggup bayar, mereka akan dirantai dan dipukuli secara kejam setiap hari. Sebelum hukuman itu dilaksanakan, sang Khadi (hakim Syariah) akan memintanya untuk mengganti agamanya dan mendapatkan segala kejayaan duniawi dan akhirat Islam. Kalau ia menolak, ini akan dikenakan hukuman. Dilain pihak, seorang Yahudi tidak dapat menuntut seorang Muslim, karena seorang Muslim, secara hukum bisa merampas nyawa dan kekayaan Yahudi, dan kalau Yahudi diijinkan untnk hidup, ini dianggap sebagai kebesaran hati Muslim. Yahudi tidak boleh menjadi saksi, sumpahnya tidak dianggap sah." Eksplorer Denmark-Jerman, Garsten Neibuhr mengunjungi YAMAN th 1762 dan menggambarkan kehidupan Yahudi di Yaman:
"DI pagi hari mereka kerja di toko-toko mereka di San'a, tetapi pada malam hari mereka harus mundur ke tempat-tempat tinggal mereka yang terpencil. "Nasib Yahudi agak membaik setelah Yaman menjadi Protektorat Perancis di thn 1912, ketika mereka diberikan persamaan hak dan otonomi religius. Namun selama PD II, ketika Perancis dikuasai pemerintahan Vichy (pro NAZI) yg anti-Semitik, Raja Muhamad V menghalangi deportasi Yahudi dari Maroko. Th 1922, Yemen memberlakukan kembali hukum Islam yg menuntut agar setiap anak yaktim piatu Yahudi dibawah usia 12 masuk Islam.

Tahun 1947, setelah pengambilan suara tentang partisi, massa Muslim, bersama dengan polisi melakukan pogrom berdarah di Aden yg membunuh 82 Yahudi dan menghancurkan ratusan rumah-rumah Yahudi. Ekonomi komunitas Yahudi di Aden luluh lantah, sebagaimana toko-toko dan bisnis-bisnis Yahudi. Permulaan tahun 1948, terjadi penjarahan setelah enam orang Yahudi dituduh secara palsu telah membunuh dua gadis Arab dalam pembunuhan ritual. Tahun 1948, ada sekitar 270.000 Yahudi di Maroko. Dalam ketidakpastian dan kemiskinan melarat, kebanyakan Yahudi mengungsi ke Israel, Perancis, AS & Canada.
Akhirnya, hampir 50.000 Yahudi Yaman, yang belum pernah melihat pesawat terbang, diberangkatkan lewat udara ke Israel tahun 1949 dan tahun 1950 dalam Operasi "Magic Carpet." Seperti yg dijanjikan Kitab Yesaya, "Mereka akan diangkat dengan sayap, seperti burung elang."

Penindasan terhadap Yahudi Pribumi di Syria Sebelum 1948

Yahudi terakhir yang meninggalkan Syria berangkat dengan kepala Rabbi pada bulan Oktober 1994. Padahal sebelum 1947, ada kira-kira 30,000 Yahudi di Syria, yang terdiri dari 3 macam masyarakat, masing-masing dengan tradisi sendiri : Yahudi berbahasa Kurdi di Kamishli, Yahudi dari Aleppo denga nenek moyang di Spanyol, dan Yahudi pribumi asli Damascus, yang disebut Must'arab. Kini hanya segelintir dari mereka masih tersisa di negara itu.
Kehadiran Yahudi di Syria berasal dari jaman Injil dan berhubungan erat dengan sejarah Yahudi di wilayah tetangga, Eretz, di Israel. Dengan munculnya agama Kristen, Yahudi disana mengalami pembatasan. Namun perebutan Arab pada tahun 636 AD, sedikit memperbaiki nasib mereka. Kerusuhan di Irak pada abad 10M mengakibatkan migrasi Yahudi ke Syria dan mengakibatkan majunya ekonomi, perbankan dan kerajinan tangan. Selama kekuasaan Kalifah Fatimid, Yahudi bernama Menashe Ibrahim El-Kazzaz menjalankan administrasi Syria, dan Yahudi diijinkan memegang posisi dalam pemerintahan.
Yahudi Syria mendukung aspirasi nasionalisme Arab dan Zionisme, dan mereka Syria percaya bahwa keduanya bisa hidup berdampingan dan konflik di Palestina bisa diatasi. Namun, menyusul kemerdekaan Syria dari Perancis th 1946, serangan terhdp Yahudi dan harta benda mereka meningkat dan berakhir dgn POGROM (pembantaian dan pengusiran Yahudi) tahun 1947, yang membumi ratakan toko-toko dan sinagog-sinagog di Aleppo. Ribuan Yahudi melarikan diri dan rumah-rumah dan tanah-tanah mereka diambil alih oleh Muslim setempat. Selama beberapa dekade kemudian, Yahudi Syria pribumi dimusuhi rejim yang biadab. Mereka dapat meninggalkan Syria dengan syarat anggota keluarga mereka tidak dibawa. Jadi mereka terus hidup dlm ketakutan, diawasi polisi rahasia 24/7.

Penindasan di Aljazair Sebelum 1948

Daerah-daerah Yahudi di Aljazair bisa ditelusuri sampai abad pertama Masehi. Dalam abad 14, dengan memburuknya keadaan di Spanyol, banyak Yahudi Spanyol pindah ke Aljazair. Diantara mereka adalah akademis-akademis ternama, kaum Ribash dan Rashbatz. Setelah kependudukan Perancis atas Aljazair di tahun 1830, Yahudi pelan-pelan menerima budaya Perancis dan diberi kewarganegaraan Perancis.
Pada malam perang saudara yang pecah pada akhir tahun 50an, kira-kira ada 130.000 Yahudi di Aljazair, kira-kira 30.000 tinggal di ibukota. Hampir semua Yahudi Aljazair melarikan diri dari negara itu setelah merdeka dari Perancis tahun 1962. Tahun 1934, pogrom yang dilatarbelakangi NAZI di Constantine mengakibatkan 25 Yahudi tewas dan puluhan luka-luka. Setelah kemerdekaan tahun 1962, pemerintah Aljazair memperlakukan komunitas Yahudi dengan keji dan mencabut hak-hak ekonomi mereka. Akibatnya, hampir ke semua 130.000 Yahudi Aljazair mengibrit ke Perancis. Sejak 1948, 25.681 Yahudi Aljazair emigrasi ke Israel.

Penindasan Yahudi di Maroko Sebelum 1948

Rakyat Yahudi di Maroko sekarang ini bisa ditelusuri sampai lebih dari 2000 tahun yang lalu. Yahudi sudah tinggal di daerah itu, sebelum daerah itu menjadi provinsi kerajaan Romawi. Tahun 1032 SM, 6000 Yahudi dibunuh. Memang, penindasan terbesar oleh Arab terhadap Yahudi terjadi di Fez, Maroko. Tidak ada yang lebih parah dari pembantaian 120.000 Yahudi pada tahun 1146.
Dan tahun 1160, Maimonides daam Epistle-nya mengenai murtad/rida menulis kepada sesama Yahudi: "Sekarang kami diminta untuk memberi pujaan kepada agama kosong, tetapi hanya dengan cara mengulang-ulang syahadat kosong yang Muslim sendiri tahu bahwa kami mengucapkannya secara tidak rela demi menghindari (Muslim) fanatik ... memang, setiap Yahudi yang, setelah mengucapkan syahadat Muslim, menjalankan ke 613 aturan (Yahudi) dalam rumahnya, dan bisa melakukannya tanpa gangguan. ... Jika seseorang bertanya kepada saya, "Apakah saya akan rela dibunuh atau lebih baik mengucapkan syahadat Islam?" Jawab saya, "ucapkan syahadat dan pertahankan hidupmu ... "". Tahun 1391, arus pengungsi Yahudi diusir dari Spanyol, menghidupkan kembali masyarakat tersebut, seperti juga pengungsi dari Portugal di tahun 1492 & 1497. Dari tahun 1438, Yahudi dari Fez dipaksa untuk hidup di tempat-tempat khusus yang dinamakan mellah, nama Arab bagi 'garam' karena Yahudi Maroko dipaksa untuk menggarami (agar tahan lama) kepala-kepala tahanan-tahanan yang dipenggal sebelum dipertontonkan kepada umum.
Chouraqui menulis: "pembatasan dan penghinaan terhadap Yahudi (dinegara Muslim) melebihi apapun (penindasan terhadap Yahudi) yang terjadi di Eropa." Charles de Foucauld th 1883 yang biasanya tidak terlalu simpati kepada Yahudi menulis: "Mereka orang-orang yang sangat celaka, setiap Yahudi, jasmani dan rohaninya adalah milik tuannya, sang sid[tuan Arab]"
Tahun 1465, massa Arab di Fez membantai ribuan Yahudi, dan hanya meninggalkan hidup 11 orang, setelah seorang petinggi Yahudi memperlakukan seorang wanita Muslim "secara menghina." Pembunuhan ini memicu gelombang pembunuhan lainnya diseantero Maroko.
(http://www.indonesia.faithfreedom.org/forum)

JERMAN

Monomen Holocaust Memorial menyimpan berbagai kisah pembantaian warga Yahudi di Kamp-kamp konsentrasi Nazi. Ada surat dan kartu pos yang tak sempat terkirim, ada gigi geraham korban yang masih tersimpan.
Di sepanjang selasar information center itu dipajang informasi singkat mengenai sejarah Holocaust di Eropa dari tahun 1933 sampai 1945, lengkap dengan ilustrasi foto bagaimana orang orang keturunan Yahudi dipermalukan dan diperlakukan dengan kejam oleh Nazi. Di ujung ruangan, tampak enam foto wajah orang orang Yahudi berukuran raksasa yang mewakili keenam juta korban pria dan wanita dari berbagai generasi: uzur, dewasa, dan anak anak.
Pusat informasi itu punya empat ruangan dengan tema berbeda. Pertama, Room of Dimensions. Kesannya redup, kosong, dan depresif, namun menyampaikan berjuta makna. Pesan, surat, atau kartu pos yang tak sempat dikirim para tahanan dari berbagai kamp konsentrasi kepada sahabat dan keluarga ditampilkan di sini.
Isi pesan surat-surat itu betul betul mengharu biru dan menghancurkan perasaan. Banyak berisi keputusasaan menghadapi kematian dan kesakitan. Mereka ingin mengabari relasi mereka perasaan yang mereka alami. Pada keempat dindingnya dituliskan nama nama lokasi kamp konsentrasi yang tersebar di Eropa dan jumlah korban yang mati di tiap kampnya.
Ruang kedua, Room of Families. Foto foto hitam putih memudar terpasang pada displai-displai yang berpendar. Wajah wajah bahagia dengan bayi-bayi berpipi bulat ini adalah gambar 15 keluarga besar orang orang keturunan Yahudi dari berbagai negara, tingkat sosial, dan kultur di Eropa sebelum anti-Semit merebak. Di situ diceritakan sejarah singkat keluarga dan yang menimpanya setelah perang dunia kedua berakhir. Hanya beberapa yang selamat dari keganasan Holocaust dan sempat lari keluar negeri. Mereka inilah yang menceritakan kembali yang terjadi dengan keluarganya yang tercerai berai.Ruang ketiga bernama Room of Names. Lagi lagi redup dan kosong. Hanya tiga lempeng batu yang terletak di situ. Bentuknya tak jauh dari kesan pekuburan, Pengunjung dapat duduk dan mendengarkan biografi singkat 800 korban yang tewas pada kamp kamp konsentrasi dalam bahasa Inggris dan Jerman. Durasi setiap biografi berlangsung sekitar tiga menit. Nama orang yang sedang dibacakan lewat audio dengan sistem mutakhir itu akan berpendar pada keempat dindingnya.Untuk mendapatkan data-data ini, Yayasan Memorial untuk Kaum Yahudi Terbunuh di Eropa bekerja sama dengan Yad Vashem, pusat informasi mengenai orang orang Yahudi yang terbunuh pada Perang Dunia II, yang bertempat di Har Hazikaron, Jarusalem, Israel. Yad Vashem memiliki 62 juta halaman dokumen yang berkaitan, 267,500 foto, 2 juta halaman kesaksian tertulis, dan ribuan film pengakuan yang direkam di atas pita video.

Sampai saat ini, Yad Vashem telah berhasil mendata 3,2 juta nama korban. Namun hingga saat ini, pusat informasi pada Holocaust Memorial Berlin ini baru sanggup merekam biografi dari 800 orang, yang prosesnya makan waktu dua tahun. Konon, bila biografi ke-3,2 juta nama itu dibacakan nonstop baru akan selesai setelah enam tahun, tujuh bulan, dan 27 hari!
(http://akurini.blogspot.com/holocaust)

Makna rohani

Kutuk diaspora memang terjadi kepada bangsa Yahudi, namun tiap umat percaya diharapkan untuk tidak "menyalibkan" Tuhan Yesus yang kedua kali, dengan menyangkal Dia dihadapan manusia. Ibrani 6:4-8, "Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di muka umum. Sebab tanah yang menghisap air hujan yang sering turun ke atasnya, dan yang menghasilkan tumbuh-tumbuhan yang berguna bagi mereka yang mengerjakannya, menerima berkat dari Allah; tetapi jikalau tanah itu menghasilkan semak duri dan rumput duri, tidaklah ia berguna dan sudah dekat pada kutuk, yang berakhir dengan pembakaran."

Kata ‘murtad’ (Yun, parapipto), dalam Kitab Ibrani ini merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus (aorist), bukan hanya sekali, tetapi sudah menjadi habit dan ini dilakukan oleh orang yang menyerahkan dirinya ke Iblis dan ditujukan kepada orang Yahudi, (atau non-Yahudi, dan mungkin hingga masa kini - penulis), karena hati mereka sebenarnya sudah diterangi (iluminasi) oleh Roh Allah. (mengecap karunia Roh Kudus, ahli waris kerajaan Allah).
Ini menjadi peringatan bagi setiap orang percaya agar tetap memelihara anugerah keselamatan tersebut dengan sungguh-sungguh, jangan sampai keselamatan tersebut hilang dan berakhir dengan penghukuman kekal (pembakaran).