Sabtu, 03 November 2007

LIBERATION THEOLOGY (Teologi Pembebasan)

Gambaran Sejarah dari Teologi Pembebasan.

Teologi pembebasan lahir dalam penindasan dan kolonialisme Amerika Latin. Kekristenan dibawa ke Amerika Latin oleh bangsa Spanyol dengan tujuan untuk menaklukkan dunia bagi Allah dan bangsa Spanyol. Selama empat abad gereja Roma Katolik memiliki peranan yang dominan dalam sejarah Amerika Latin. Masyarakat terbagi dalam bermacam kelas. Pada pertengahan tahun 1960-an, para teolog Amerika Latin telah dikecewakan dengan kegagalan dari negara Barat untuk mengurangi kemiskinan dan penindasan penduduk. Salah satunya adalah Gustavo Gutierrez yang percaya bahwa Marxisme memberikan respons kepada perlawanan kelas sosial yang dia rasakan perlu untuk menghapuskan penindasan kapitalis dan membebaskan masyarakat.
Terdapat dua kunci event dalam Katolik Roma yang merupakan elemen dalam formulasi teologi pembebasan Amerika Latin yakni Vatikan II dan Medelin. Dalam dokumen Vatican II ditekankan tanggungjawab orang Kristen terhadap “mereka yang miskin atau orang-orang yang menderita.” Kemudian pada tahun 1968 di Medelin, Colombia diadakan suatu konferensi yang menempatkan gereja Roma mendampingi mereka yang tertindas. Tugasnya adalah “untuk membela hak-hak orang miskin dan tertindas sesuai dengan perintah Injil, mendesak pemerintah dan kelas atas untuk membuang segala sesuatu yang mungkin menghancurkan kesejahteraan sosial…”
Sejak tahun 1970-an sampai dengan 1980-an, Gutierrez menjadi populer. Sejarah berjalan dengan munculnya para teolog seperti Jose Miguez-Bonino (1924) dari Argentina, dan Leonardo Boff dari Brazil (1972). Kemudian muncul teologi pembebasan diantara kaum kulit hitam Amerika (Black Theology) yang mengembangkan dengan hampir sama kepada pergerakan pembebasan Amerika Latin dalam tahun 1960-an. Pergerakan hak-hak sipil dipelopori oleh Martin Luther King, Jr.

Definisi.

Teologi pembebasan dapat didefinisikan sebagai teologi yang berusaha melihat kelangsungan karya Allah di dunia ini dari sudut pandang orang-orang tertindas dan memahami pekerjaan itu dengan melibatkan diri pada rekonstruksi orang-orang dan masyarakat menurut karakter Tuhan Yesus.

Karakteristik Fundamental

Teologi pembebasan bukanlah sebuah pergerakan monolitis.1
Aliran pembebasan tetap pada pendirian bahwa hanya perintah Allah dalam urusan manusia yang dapat memiliki efek yang nyata dan tetap berubah di dunia ini.
Teologi pembebasan secara keras menekankan kesatuan sejarah. Teologi ini menolak pemisahan tradisi sejarah ke dalam hal yang kudus dan sekular.
Teologi pembebasan mempertahankan suatu kepedulian dalam implikasi politik dari hubungan manusia kepada Allah. Orang Kristen memiliki sebuah kewajiban untuk menunjukkan ke-Tuhan-an Kristus dalam arena politik.

Metodologi Fundamental

Para teolog dari teologi pembebasan beranggapan bahwa hal yang pertama yang tepat harus dengan “sudut pandang dari bawah”, artinya, “dimana terdapat penderitaan”; yang berarti dalam konteks penderitaan dari yang tertindas dan yang terbuang. Kita harus terpanggil untuk melihat dunia dari sudut pandang mereka. Sementara teologi tradisional meletakkan strukturnya pada filosofi, teologi pembebasan berjalan kepada ilmu sosial.

Doktrin Allah (Black Theology)

Allah berbicara kepada kaum kulit hitam dalam “kehitaman”-Nya, Dia tahu bahwa Dia adalah “pribadi.” Dalam masyarakat dimana terdapat orang yang tertindas sebab perbedaan warna kulit, Allah menerima warna kulit orang tersebut, menyerukan bahwa “hitam adalah indah.” Sifat Allah yang menonjol dalam teologi kulit hitam adalah kuasa dan kedaulatan-Nya; tidak mengherankan bahwa orang kulit hitam sebagian besar sadar sebagai sebuah kelompok yang kurang berkuasa. Atribut lain yang penting dari Allah adalah kebaikan-Nya. Roberts mengatakan bahwa Allah adalah absolut dalam kuasa dan kebaikan terhadap kaum kulit hitam. Kuasa yang absolut menjamin kemenangan yang terbaik dari yang baik, tetapi kebaikan absolut meyakinkan kita bahwa kuasa absolut tidak akan disalah gunakan.

Pribadi dan Karya Kristus.

Orang kulit hitam melihat Yesus sebagai salah satu dari mereka, karena dalam Perjanjian Baru menggambarkan-Nya sebagai Seorang yang tertindas. Dia berkumpul dengan yang tertindas, pengemis dan tunawisma. Sebagai Mesias, Kristus adalah Raja. Ke-Raja-an ini bukan hanya masa yang akan datang. Para teolog kulit hitam sepakat dalam pandangan mereka bahwa Yesus adalah kulit hitam. Gagasan Cleage mengenai Yesus secara literal dan sejarah adalah dari golongan kulit hitam orang Ibrani. Orang kulit hitam menaruh pengharapan pada 1 Kor. 15:25, “Karena Ia harus memegang pemerintahan sebagai Raja sampai Allah meletakkan semua musuh-Nya di bawah kaki-Nya.” Pengajaran tentang Kristus sebagai Pembebas merupakan sebuah tema utama dalam teologi kulit hitam.

Eskatologi.

Teologi kulit hitam adalah sebuah teologi pengharapan. Penekanannya lebih kepada realitas masa kini daripada masa yang akan datang yang tidak nyata. Janji upah yang akan datang (seperti sorga) atau penghukuman (neraka) sedikit pengaruhnya kepada orang yang lapar, yang diperkosa dan yang melarat. Cone mengatakan bahwa gagasan sorga tidak relevan dalam teologi kulit hitam. Orang Kristen tidak boleh membuang waktu merenungi dunia yang akan datang (jika ada). Orang Kristen sejati tidak akan menghabiskan waktu memikirkan sorga dan neraka, tetapi menggunakannya untuk memperjuangkan hak-hak manusia dan kebebasan.

Teologi Pembebasan Afrika

Hingga abad ke-15 kekristenan masih terbatas di Afrika Utara yang dibawa oleh Roma Katolik Portugis selama masa eksplorasi dan perdagangan. Pada permulaan abad ke-19, penginjilan oleh Protestan masuk ke Afrika Tengah, Barat dan Selatan. Meskipun teologi Afrika dan teologi kulit hitam hampir sama dalam banyak hal, namun masih ada letak perbedaannya. Desmond Tutu mengatakan bahwa teologi Afrika secara keseluruhan barangkali masih berusaha untuk lebih luwes, tidak terdapat jenis penindasan yang sama yang menyebabkan rasisme kulit putih kecuali di Afrika Selatan, sementara teologi kulit hitam muncul dalam konteks penderitaan kaum kulit hitam ditangan rasisme kulit putih yang merajalela.

Konsep Allah Dalam Teologi Afrika

Terdapat perbedaan pandangan tentang warna kulit Allah, apakah putih atau hitam, atau berwarna. Dia Afrika Selatan, kekristenan “putih” sudah sangat ditegaskan. Hal-hal yang hitam sudah dihubungkan dengan yang jahat. Akibatnya, diperlukan sebuah konsep baru tentang Allah yang berbeda dari yang sudah ada. Sabelo Ntwase dan Basil Moore menyarankan sebuah konsep baru yaitu, kebebasan hubungan gambar Allah. “Allah bebas dikenal secara sepintas dan secara tidak sempurna dalam pengalaman kita sendiri. Tetapi Allah juga bebas diatas segala sesuatu yang kita sudah ketahui, bebas untuk melepaskan kita dari belenggu penindasan dalam seluruh kehidupan.”

Yesus Kristus Sebagai Pembebas

Satu perhatian utama dari orang Afrika adalah ancaman serangan roh-roh jahat. Pelepasan adalah satu tema yang umum diantara orang percaya dan yang tidak. Maka, tidak heran untuk menemukan bahwa Yesus dilihat sebagai Juruselamat, Penebus dan Kuasa. Jelas sekali ini ada hubungan dengan konsep Kristus sebagai Pembebas. Yesus memiliki kuasa untuk membebaskan dari ketakutan, penyakit, dan roh jahat, seperti dari penindasan, rasisme dan eksploitasi.

Pandangan Teologi Afrika Tentang Keselamatan

Teolog Afrika, Manas Buthelezi, menerangkan karakter hidup sebagai “sakramental.” Hubungan manusia dengan Allah adalah sesuatu yang diberikan sepanjang kehidupannya. Untuk menjadi serupa dengan gambaran Allah, artinya bahwa orang tersebut mengekspresikan hubungan itu. Keselamatan adalah sebuah sakramen dengan jalan manusia menerima dan mengakui karunia-karunia Allah yang baik dan sempurna bahkan seandainya belum menerimanya dalam totalitas. Allah memberikan hal-hal yang baik, meskipun itu pada suatu waktu akhirnya kepada orang lain. Kepercayaan ini adalah salah satu aspek iman. Aspek lain dari iman adalah menerima orang lain sebagai umat manusia yang Allah sudah terima. Maka bagian iman yang krusial, termasuk melibatkan hubungan damai dengan orang yang mengeksploitasi.

Gereja dan Masyarakat

Julius Nyerere menyarankan bahwa gereja harus menerima perkembangan manusia yang terlibat dalam pemberontakan. Dunia sudah terbagi antara yang punya dan yang tidak punya, yang kaya dan yang miskin, yang beruntung dan yang rugi. Mereka adalah orang yang berkuasa dan yang tidak. Kaum minoritas tersisih oleh karena perbedaan warna kulit dan ras. Gereja semestinya tidak terus mengikuti masalah seperti itu. Gereja harus mendesak dunia untuk menjadi satu dan untuk memenangkan keadilan sosial.

Teologi Pembebasan Korea Minjung

Teologi Minjung adalah sebuah pergerakan yang berfokus pada hak-hak manusia, didirikan tahun 1970-an. Istilah “minjung” muncul dari dua karakter bahasa Cina; min, artinya “masyarakat”, dan jung, artinya “umum”. Artinya “masyarakat umum”, yang pertama kali dipakai sejak dinasti Yi (1392-1960), ketika peraturan kelas (yangban) menindas masyarakat biasa. Setiap orang yang bukan kelas elit yangban adalah kelas minjung. Teologi Minjung adalah sebuah teologi orang-orang yang tertindas dalam situasi politik, yang memiliki respons terhadap orang-orang yang tertindas, dan respons kepada gereja Korea dan misinya. Pergerakan ini boleh didefinisikan sebagai “sebuah akumulasi dan artikulasi dari refleksi teologi atas pengalaman politik dari para pelajar, buruh, wartawan, profesor, petani, penulis dan kaum intelektual Kristen pada tahun 1970-an. Korea memiliki sejarah penindasan yang lama. Setelah penderitaan dalam PD II, negara ini terbagi menjadi dua sektor dan dikuasai oleh Komunisme.

Format Teologi Minjung

Teologi Minjung dapat dilihat sebagai anak dari beberapa sistem teologi modern. Oleh karena pemerintah Korea melarang dan memberi sensor terhadap literatur dan media lain, maka hanya sedikit teolog Korea masuk kepada pengetahuan yang terbatas dari teologi pembebasan. “Jalur utama” kepemimpinan Kristen dari Korea kebanyakan berorientasi kepada teologi yang konservatif. Mereka lambat untuk meresponi kekerasan hak-hak manusia secara sosial dan politik. Maka terdapat jarak (gap) yang diisi oleh banyak kelompok radikal seperti Minjung. Dengan melihat pengaruh dari pikiran teologi modern, maka dapat dikatakan bahwa teologi Minjung adalah sebuah hasil teologi yang berbeda (asing).

Metodologi Minjung

Teologi Minjung adalah kontekstual, dengan suatu tekanan pada refleksi atas perjuangan kebebasan. Hermeneutik sosial politik merupakan sentral yang penting. Mereka melihat perbudakan orang Ibrani pada masa Firaun sebagai sebuah paradigma dan pengulangan peristiwa ini terjadi di Donghak melawan penindasan orang Jepang, yang dilihat sebagai satu tindakan dari Allah dalam pembebasan Minjung. Tindakan pembebasan ini merupakan awal yang penting bagi teologi Minjung, karena dianggap sebagai natur dan karakter dari Allah. Kemudian Injil secara esensial berkisah tentang bagaimana Allah menyatakan Dirinya dalam dan melalui Yesus. Maka kontempelasi teologi mereka didasarkan atas kisah tentang Yesus yang diceritakan oleh orang-orang biasa. Teologi Minjung muncul dalam dua jenis narasi yaitu silwha, atau “kisah nyata”, dan mindam, atau cerita rakyat. Keduanya ini adalah merupakan instrumen yang efektif untuk mengkomunikasikan keakraban, kata-kata kotor, dan penindasan pada sebuah cara yang realistis.

Trinitas

Allah
Teologi Minjung melihat Allah dari sudut pandang sosial politik. Hal yang utama sesungguhnya bukah Allah semata, tetapi kemanusian yang tertindas. Praktek teologi Minjung cenderung kepada panteisme (menyamakan Tuhan dengan kekuatan-kekuatan alam).

Tuhan Yesus
Peristiwa Yesus adalah fondasi yang prinsipil bagi refleksi teologi Minjung. Ini adalah peristiwa kesengsaraan, kematian dan kebangkitan Yesus. Ini adalah hari Yesus membebaskan orang yang tertindas. Kehidupan Kristus merupakan tanda pembebasan.

Roh Kudus
Roh Kudus hadir dalam seluruh sejarah dan apa saja yang terjadi pada masa lalu – apakah Kristus hadir secara fisik atau tidak – dapat dilihat sebagaimana Roh berkarya. Pandangan ini adalah pengaruh dari Shamanisme yang berpandangan bahwa kehadiran roh dimana-mana dan ini adalah alasan kembali dalam semua peristiwa.

Keselamatan: Han dan Dan

Orang-orang Minjung yang mengalami penderitaan disebut sebagai han. Han menurut Moon Hee-suk Cyris, seorang teolog Minjung, artinya sebagai “kemarahan dan kebencian Minjung yang sudah masuk ke dalam batin dan diperkuat sebagaimana mereka menjadi objek dari ketidakadilan diatas ketidakadilan.” Han adalah akumulasi penderitaan fisik yang tidak bersalah, termasuk penindasan dan eksploitasi. Kristus datang untuk menyelamatkan orang Korea dengan membebaskan mereka dari kuasa han.
Metode penebusan manusia – dengan memotong siklus han – disebut dan. Dan adalah restorasi keadilan. Keadilan menyembuhkan luka akibat han dan memulihkan Minjung ke tempat yang benar. Terdapat empat tahap jalan ke sorga:
menyatakan Allah dalam hati.
mengikuti kesadaran Allah untuk berakar dalam diri.
melatih iman dalam Allah.
mengatasi ketidakadilan dengan mentransformasi dunia.

Konklusi

Teologi pembebasan memilik beberapa ide yang mengagumkan dan tema-tema yang membangkitkan semangat. Rangkaian dari komitmen dan komunitas dalam perjuangan untuk melenyapkan penindasan adalah salah satu yang paling atraktif, dan kemampuannya untuk menghubungkan penafsiran Alkitab terhadap peristiwa masa kini. Mungkin seseroang heran bagaimana dan mengapa Allah sama sekali perlu untuk mencapai tujuan pembebasan. Bagi pergerakan ini, Yesus Kristus adalah pembebas secara politik, tetapi lebih kepada komunitas atau urusan kemasyarakatan daripada dalam konontasi individual. Teologi pembebasan mengabaikan dimensi kekekalan dan transendental.

Aplikasi

Secara umum dapat dilihat bahwa Teologi Pembebasan muncul akibat dari ketidakadilan sosial, penindasan, rasisme dan pembedaan kelas yang dilakukan oleh pihak penguasa atau penjajah. Pergerakan ini bertujuan untuk membela hak-hak orang tertindas baik dari segi sosial, ekonomi dan politik. Pergerakan ini khususnya berdiri di negara-negara miskin misalnya Afrika, maupun yang tertindas secara politik yang berimbas ke ekonomi, seperti halnya di Korea.
Meskipun masih ditemukan banyak kelemahan dalam Teologi Pembebasan antara lain, menempatkan posisi Allah Tritunggal berdasarkan pengalaman pahit yang mereka rasakan, namun pergerakan ini dapat membuka mata dunia khususnya gereja masa kini untuk tidak meninggalkan fungsinya sebagai pembawa misi kebenaran Firman Tuhan, memberitakan damai sejahtera dan keadilan berdasarkan karakter Tuhan Yesus, bagi semua orang tanpa terkecuali.

Sumber buku:

Smith, David L, A Handbook of Contemporary Theology. (Tracing Trends and Discerning Direction in Today’s Theological Landscape), Illinois : SP Pubiclation, 1992.
1 Sesuatu yang berbentuk kokoh kuat; kesatuan terorganisasi yang membentuk kekuatan tunggal dan berpegaruh. (KBBI, 754).