Sabtu, 03 November 2007

PROFIL KEPEMIMPINAN NABI NEHEMIA

PENDAHULUAN

Nehemia adalah salah seorang pemimpin yang menginsipirasikan dalam Alkitab. Terkadang metode-metodenya kelihatan tidak masuk akal, namun metode-metode tersebut digunakan oleh Tuhan untuk menghasilkan reformasi dalam kehidupan bangsa Israel dalam waktu yang singkat. Analisis atas kepribadian dan metode-metodenya mengungkapkan bahwa metode-metode yang dipakainya efektif hanya karena kualitas karakternya sendiri.

Setelah penulis membaca kitab Nehemia, profil yang bisa dipelajari adalah bahwa Nehemia seorang yang tekun berdoa di mana hal tersebut menunjukkan kerendahan hati. Nehemia juga seorang yang memiliki keberanian dalam menghadapi bahaya, peduli dan bertanggung jawab kepada kesejahteraan orang lain, memiliki visi, dan dapat mengambil keputusan dengan jelas serta seorang yang realis.

Dari beberapa profil Nehemia tersebut, maka dapat dikatakan bahwa sesungguhnya apa yang dilakukan oleh Nehemia pada abad terdahulu, dapat dijadikan sebagai salah satu contoh bagi kemajuan calon pemimpin Kristen hebat pada masa sekarang ini. Semoga.

PROFIL KEPEMIMPINAN NABI NEHEMIA

INTEGRITAS

Nehemia adalah orang yang tekun berdoa. Bagi Nehemia, doa merupakan bagian sehari-hari dari hidup dan bekerja. Doa adalah reaksi pertamanya begitu mendengar kesulitan para emigran di Yerusalem. Nehemia juga bukan orang asing di takhta kasih karunia (Nehemia 1:4, 6; 2:4, 9; 5:19; 6:14, 22, 29).[1]

Seorang pemimpin Kristen yang efektif haruslah seorang yang sudah lahir baru dalam Kristus, yang bersih dalam hal moral, dan menjaga kebenaran menurut standar Tuhan.[2] Kristus datang ke dunia ini untuk membawa manusia dari kegelapan menuju terang. Kegelapan telah melingkupi watak dan karakter manusia karena Iblis yang senantiasa terus berusaha untuk merusak moral manusia. Tidak mengherankan kalau ternyata pada abad sekarang ini sudah terlalu banyak para pemimpin Kristen maupun non-Kristen yang menyakiti hati rakyatnya dengan tidak peduli lagi akan keadilan dan kesejahteraan. Salah satu sifat penting dari kepemimpinan Kristen yang efektif adalah kemampuan untuk menyesuaikan bentuk kepribadian seseorang dengan situasi tertentu.[3] Karakter dan moral yang sudah mulai rusak harus dipulihkan melalui persekutuan dengan Tuhan Yesus supaya kembali bersih dan dilayakkan untuk menjadi seorang pemimpin umat manusia.
Nehemia adalah seorang pendoa karena dia sudah lahir baru. Kebijaksanaan dan hikmat bersumber dari Allah. Sesungguhnya agar dapat memimpin atau memberi pengaruh secara rohani kepada orang lain, seseorang harus memperdalam hubungannya dengan Tuhan.[4] Komunikasi yang dijalin terus menerus dengan Allah merupakan suatu hubungan yang bersifat supranatural yang dapat menghasilkan perubahan kepada para pemimpin dalam mengambil keputusan yang bijaksana. Kalau seorang pemimpin putus hubungan dengan Allah serta orang-orangnya, ia kehilangan sifat mau diajarnya.[5]

Orang Kristen yang bijaksana adalah orang yang memiliki pandangan yang tepat mengenai anugerah Tuhan. Paulus menekankan hal ini ketika dia menulis kepada Titus:
Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini (Tit. 2:11, 12).

Seorang pemimpin yang bijaksana adalah orang yang suka berdoa. Seorang pemimpin yang bijaksana akan berlutut dalam penyembahan yang penuh doa dan kerendahan hati lalu naik ke suatu tingkatan yang baru dalam hal hidup kudus dan benar.[6] Petrus mengatakan hal ini ketika dia menasihatkan pengikut-pengikutnya: “Kuasailah dirimu (bijaksanalah) dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa.” (1 Ptr. 4:7).

Yang menjadi salah satu tantangan besar bagi banyak pemimpin Kristen adalah menggunakan kepemimpinan yang tegas. Kebanyakan dari pemimpin Kristen memiliki hati yang lembut dan ingin menunjukkan belas kasih serta cinta seperti seorang hamba. Meskipun dalam kepemimpinan dalam gereja, namun gereja pun adalah medan perjuangan rohani dan sering kali memerlukan kekuatan kepemimpinan yang tidak lazim di dunia sekular.

Mungkin konflik dalam pelayanan merupakan suatu fakta, tetapi tidak seharusnya menjadi tak tertangani.[7] Agar para pemimpin dapat bertahan, mereka harus memandang kesulitan sebagai hal biasa, yang kompleks sebagai normal.[8] Alkitab mencatat bahwa Tuhan Yesus sendiri datang untuk merobohkan dinding permusuhan. Dia melakukan yang terbaik untuk mempersatukan orang-orang. Dalam Efesus 2:14, “Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak, dan yang telah merobohkan tembok pemisah, yaitu perseturuan.” Dia menyadari bahwa Dia tidak dapat dan memang tidak memenangkan mereka semua. Sementara itu, keinginan-Nya untuk mendatangkan kedamaian bagi semua manusia membuat Dia harus mengorbankan nyawa-Nya, dan itu merupakan tujuan yang berharga dan tetap demikian sampai hari ini untuk kita semua yang memimpin.

Karakter kepemimpinan Kristen adalah kesaksian dan pelayanan yang digerakkan oleh belas kasih Allah. Dengan sendirinya menuntut kerendahan hati, kesediaan berkorban, pengosongan diri, penyangkalan diri, kerelaan mengutamakan kepentingan orang lain di atas kepentingan diri.[9]

Nehemia seorang yang realis. Dia tahu bahwa akan banyak tantangan yang akan dihadapinya di saat dia memimpin pembangunan kembali tembok Yerusalem (4:1-3). Nehemia merendahkan diri di hadapan Tuhan Allah dan meminta pertolongan. (4:4-5). Seorang pemimpin pasti akan berhadapan dengan orang-orang yang menentang usul untuk menciptakan sesuatu yang berbeda. Konflik muncul ketika pemimpin harus membuat suatu pilihan.[10]

Seorang pemimpin harus memiliki kerendahan hati, realistis bahwa dia bukanlah Tuhan yang sanggup membuat keputusan yang tepat. Dia harus mampu meminta saran-srang yang dapat memberi ilham. Salomo mengatakan, “Rancangan gagal kalau tidak ada pertimbangan, tetapi terlaksana kalau penasehat banyak.” (Amsal 15:22). Seorang yang bejaksana menyadari bahwa ia mempunyai pengertian yang terbatas. Ia mengetahui bahwa membutuhkan pertolongan. Ada manfaat jika kita mengajak orang lain untuk membicarakan mengenai keputusan yang akan diambil.[11]
Kerja sama yang lebih besar dalam melaksanan keputusan itu jika orang mengetahui bahwa mereka mempunyai andil di dalam proses pengambilan keputusan itu.
Memperoleh lebih banyak keterangan yang akan dipertimbangkan jika lebih dari satu orang.

Tuhan memanggil kita pada suatu jenis kepemimpinan yang lain di antara umat-Nya – suatu pendekatan di mana para pemimpin hadir untuk melayani. “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya.” (Markus 10:43-44). Kepemimpinan pelayan bersumber dari serangkaian nilai, asumsi dan prinsip yang bertentangan dengan dunia sekuler.[12]
Integritas berhubungan dengan nilai. Nilai adalah dasar prinsipil subjektif yang berakar dari pengalaman-pengalaman khas yang nyata dan pengaruh yang diturunkan yang kemudian dibakukan sehingga menjadi prinsip atau filsafat hidup, yang berperan sebagai landasan bagi paradigma, perspektif, cara menalar, serta motivasi, yang dengan sendirinya mengendalikan kebiasaan, sikap dan tindakan. Nilai-nilai dengan sendirinya menentukan kadar dan bobot bagi etika, moral, kebiasaan, sikap serta perilaku setiap orang. Nilai turut mempengaruhi visi pribadi dan visi kepemimpinan setiap orang.[13]

Nehemia memiliki nilai khas dalam dirinya.[14] Dia seorang yang peduli kepada orang lain. Kepeduliannya yang tulus pada kesejahteraan orang lain sangat nyata sampai musuh-musuhnya pun melihatnya (2:10). Ia mengekspresikan kepeduliannya dalam berpuasa, berdoa, dan airmata (1:4-6). Nehemia mengidentifikasikan dirinya dengan bangsanya dalam penderitaan dan dosa-dosa mereka (1:6).

Nehemia tidak hanya memiliki kharisma tetapi juga karakter yang baik. Pada masa kini, banyak pemimpin yang memiliki kharisma tetapi tidak memiliki karakter. kharisma adalah daya tarik pribadi yang besar, pesona, tetapi karakter adalah kekuatan moral atau etika, integritas.[15] Karakter terungkap dengan apa yang kita lakukan ketika tidak ada orang yang memperhatikan. Karakter juga terlihat ketika melakukan perkara yang benar bagi orang lain walaupun perkara yang baik tidak terjadi pada kita. Itulah yang dilakukan Tuhan Yesus dalam 1 Petrus 2:22-23, “Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil.”

Karakter yang baik dan mantap akan mendukung keberhasilan seorang pemimpin. John C. Maxwell[16] menarik empat cara agar kita mendapatkan simpati dari orang yang kita pimpin, yakni:
Kalau Anda gerakkan orang-orang Anda dengan perasaan terlebih dulu, mereka akan lebih bersedia mengambil tindakan.
Kalau Anda memberi terlebih dahulu, orang-orang Anda akan balas memberi.
Kalau Anda menarik simpati individu, Anda akan segera diperhatikan orang banyak.
Kalau Anda ulurkan tangan kepada orang-orang Anda, mereka akan balas mengulurkan tangan kepada Anda.

Panggilan tertinggi tentang ketulusan hati yang diperlukan sebagai pemimpin sekarang ini adalah panggilan untuk saling mengasihi sebagaimana kita telah dikasihi, saling mengampuni sebagaimana kita telah diampuni. Iman membangun iman. Pesimisme merombak iman.[17] Tugas utama pemimpin rohani adalah membangun iman orang lain. Sering kali sulit untuk mendengarkan Roh Kudus yang membisikkan panggilan ini ke dalam hati kita bila kita telah terlatih dalam sistem-sistem yang lebih mendukung kebenarannya sendiri ketimbang yang lain.[18]

PEMIMPIN VISIONER

Nehemia memiliki pandangan yang jauh ke depan. Ia tahu bahwa perlawanan pasti akan bangkit, jadi ia meminta surat-surat dari raja agar perjalanannya aman dan ia mendapat sumber-sumber untuk menyelesaiakan tugas itu, “memasang balok-balok pada pintu-pintu gerbang di benteng bait suci, untuk tembok kota” (2:8). Ia dengan cermat merencanakan strateginya. Tuhan memakai orang biasa, yang awam yang memiliki tujuan-tujuan dan visi-visi yang tidak biasa.[19] Nehemia mengungkapkan visinya dengan istilah yang sederhana mungkin. Sasaran bangsa itu adalah membangun kembali tembok Yerusalem.[20]

Setiap calon pemimpin harus punya visi. Tanpa visi tidak mungkin dia bisa mencapai apa yang dituju. Kejelasan visi akan memungkinkan seorang pemimpin menjadi percaya dan yakin. Visi berkaitan dengan menciptakan sesuatu yang baru, tidak meremehkan yang lampau, tetapi membangun di atas fondasi yang dulu dan yang sekarang, muncul dengan realitas yang lebih baik, daripada realitas yang ada sekarang. Bila diwujudkan secara penuh, visi membawa kita lebih dekat kepada cita-cita kita.[21] Visi memerlukan suatu tindakan nyata. Pemimpin luar biasa bangun di pagi hari dengan sebuah rencana dan mengerjakannya. Mereka tidak selalu minta izin sebelum bergerak. Kepemimpinan adalah memproduksi hasil.[22] Visi kepemimpinan adalah kemampuan pemimpin untuk melihat serta memahami keinginan suci yang ditulis oleh Allah di dalam batinya bagi organisasi serta kepemimpinannya. Dalam visi itu ada kehendak Allah yang khusus bagi kepemimpinan seorang pemimpin.[23]

Nehemia memiliki sasaran dalam kepemimpinannya. Sasaran Nehemia adalah untuk membangun kembali tembok Yerusalem yang telah runtuh dan terbakar (1:3; 2:17). Nehemia mengajak penduduk dan mereka mendukungnya. Mengapa pemimpin perlu mempunyai sasaran? Paling sedikit ada tiga alasan, antara lain:[24]
1. Pengarahan. Pemimpin memerlukan sasaran untuk mengarahkan kehidupannya. Tidak mungkin bagi seseorang untuk terus maju kearah tujuannya jika ia tidak mempunyai tujuan tertentu.
2. Kemajuan. Sasaran itu penting untuk menjamin agar ada kemajuan. Jika di gereja tidak ada sesuatu yang dapat dijadikan sebagai sasaran utama, yang dapat dijadikan tujuan dan yang dapat diperjuangkan oleh segenap orang percaya yang tergabung dalam jemaat itu, maka program gereja itu mungkin kelihatannya seolah-olah sibuk tetapi sebenarnya tidak mengalami kemajuan apa-apa.
3. Hasil yang dicapai. Sasaran penting agar ada satu hasil yang dapat dilaksanakan sampai selesai. Jika tidak mempunyai sasaran tertentu maka tidak akan pernah diketahui berhasil atau tidak suatu program yang dilakukan. Setelah menentukan sasaran kemudian ada penerapan kalau tidak ada penerapan maka sasaran itu hanya suatu ide mistik saja. Kekristenan bukanlah sebuah filsafat yang terbatas pada alam ide, melainkan suatu cara hidup yang harus diterapkan dan dilaksanakan.[25]

PEMBUAT KEPUTUSAN YANG JELAS

Nehemia dapat membuat keputusan-keputusan yang jelas. Ia tidak menghindari kata-kata keras, melainkan berbicara langsung mengenai inti permasalahan dan membuat penilaian. Dan keputusan-keputusannya tidak berat sebelah; ia tidak memandang bulu. Ketika kecaman dibutuhkan, ia memberikannya kepada para pejabat dan eksekutif sebagaimana kepada para pekerja (5:7). Kadang-kadang perlawanan mengembangkan kerendahan hati untuk melindungi kita dari kebanggaan yang sia-sia.[26]

Pada umumnya orang tidak menyukai masalah, cepat bosan kepada masalah, dan akan melakukan hampir apa saja untuk melepaskan diri dari masalah. Iklim membuat orang lain meletakkan kendali kepemimpinan di tangan seseorang – kalau dia bersedia dan mampu menangani masalah mereka atau melatih mereka untuk memecahkan masalah. Keahlian memecahkan masalah seorang pemimpin harus dipertajam karena setiap keputusan menjadi keputusan besar.[27] Raja Salomo merupakan satu contoh pemimpin yang memiliki fungsi kreativitas dalam memecahkan masalah, saat dia mengancam untuk membelah dua bayi.

Dalam kepemimpinan gereja, pelatihan inovasi sangat diperlukan. Inovasi sebagai proses penciptaan dan pembaruan nilai sampai dapat dimanfaatkan atau di konsumsi oleh masyarakat, sebagaimana Yesus berkata, “hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati”, artinya selalu kreatif-inovatif tetapi tetap menjaga ketulusan dan integritas.[28]
Kebimbangan dalam mengambil keputusan telah mengganggu keefektifan banyak pemimpin. Pembuat keputusan yang tidak efektif pada dasarnya mengandung dua masalah: keragu-raguan untuk membuat keputusan, dan membuat keputusan yang tidak tepat. Satu keputusan yang salah dapat membawa pemimpin ke jalan buntu atau ke jalan yang menuju kehancuran. Sebagai seorang pemimpin soal mengambil keputusan itu merupakan seni yang harus dikuasai.[29]

Kennet O. Gangel membagi ke dalam empat bagian mengapa pemimpin ragu dalam membuat keputusan,[30] yaitu:

Kurangnya tujuan yang jelas.
Kadang-kadang para pemimpin tidak bertindak karena mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Ketidakmantapan dalam kedudukan atau otoritasnya.
Kadang-kadang pemimpin takut bertindak karena takut akan akibatnya.

Kurangnya informasi
Pemimpin yang tidak secara aktif mencari semua informasi yang dapat ia peroleh sebelum memberikan keputusannya berarti melumpuhkan dirinya sendiri dalam proses pembuat keputusan.


Ketakutkan akan perubahan.
Banyak pemimpin ingin mempertahankan status quo. Karena sebagian besar keputusan menghasilkan semacam perubahan, keputusan selalu tampak sebagai ancaman terhadap operasi-operasi yang sedang berlaku.

PEMIMPIN YANG BERTANGGUNG JAWAB

Di dalam usaha apa pun, pemimpinlah yang bertanggung jawab atas keberhasilan atau kegagalan misinya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi dan semangat juang, dan salah safu faktor kunci adalah tanggung jawab.[31] Nehemia menerima tanggung jawab dengan maksud terus mengerjakan pembangun tembok Yerusalem. Nehemia sudah siap untuk hal yang terburuk.[32]

Yesus mendefinisikan kepemimpinan sebagai pelayanan, dan itu berlaku entah seorang pemimpin bekerja dalam organisasi sekuler atau gereja. Gaya kepemimpinan Yesus adalah menjadi seorang hamba, meski Dia sungguh memiliki semua kuasa dan otoritas surgawi.[33] Ia menunjukkan simpati pada masalah orang lain, namun simpatinya menguatkan dan membangkitkan semangat; tidak melunakkan dan melemahkan. Disiplin adalah tanggungjawab lain dari pemimpin, tugas yang seringkali tidak disambut dengan baik.

J. Oswald Sanders, mengatakan:

“Masyarakat Kristen apa pun membutuhkan disiplin yang benar dan penuh kasih untuk mempertahankan standar-standar ilahi dalam doktrin, moral dan perbuatan.”[34]


Sering kali pemimpin tergoda untuk melemparkan tanggung jawab kepada orang lain, untuk melepaskan diri dari tanggung jawab atas sesuatu yang buruk dan tidak menyenangkan.[35] Seorang pemimpin memiliki banyak elemen dalam hal tanggungjawab. Pertama, pemimpin sejati terutama peduli pada kesejahteraan orang lain, bukan kenyamanan atau kedudukannya sendiri. Pemimpin rohani selalu mengarahkan keyakinan orang lain kepada Tuhan. Ia melihat dalam setiap keadaan untuk menolong. Kedua, disiplin adalah tanggungjawab dari pemimpin, tugas yang seringkali tidak disambut dengan baik. Paulus menjelaskan roh yang harus dimiliki para pemimpin yang memberikan disiplin. “Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan.” (Galatia 6:10.). Ketiga, para pemimpin harus memberikan bimbingan. Pemimpin rohani harus tahu ke mana ia akan pergi sebelum memimpin orang lain. Pemimpin harus berjalan di depan kawannnya. Bersedia mengambil tanggung jawab merupakan tanda seorang pemimpin. Yosua adalah orang seperti itu. Ia tidak ragu-ragu mengikuti salah seorang pemimpin terbesar seperti Musa. [36]


Salomo menyebutkan lima hal yang merupakan tanggung jawab seorang pemimpin:

1. Menegur atau mengoreksi. Ada kalanya seorang pemimpin melihat serangkaian tindakan yang salah tetapi tidak bersedia menegurnya karena takut tidak akan disukai orang. Salomo berkata, “Siapa menegur orang akan kemudian lebih disayangi daripada orang yang menjilat” (Amsal 28:23).
Yesus memperingatkan murid-murid-Nya tentang berbagai bahaya yang ada di depan. Dia khususnya memperingatkan Petrus bahwa dia akan mengkhianati-Nya, dan mengecewakan-Nya, dan Petrus memang melakukan itu. Apa yang mengubah Petrus kembali? Yesus yang mengubahnya. Meskipun Petrus menyangkal Yesus tiga kali, tiga kali pula Petrus diberi kesempatan untuk menegaskan kembali kasih dan komitmennya untuk memelihara domba-domba Yesus. Petrus belajar sesuatu tentang kemarahan dari Yesus; kemarahan Yesus itu bisa menjadi hal yang paling disukai di dunia. Dalam mengembangkan para pemimpin, perlu mengetahui bahwa mereka akan gagal. Ketika itu terjadi, mereka perlu dikoreksi, dorongan semangat dan kesempatan untuk mulai lagi.[37]

2. Bertindak dengan tegas. Salomo mengatakan bahwa apabila seseorang membiarkan tingkah laku yang tidak benar dengan mengatakan ia tidak mengetahuinya, ia masih harus bertanggung jawab dihadapan Allah yang menguji hati, dan membalas manusia menurut perbuatan-Nya. (Amsal 24:11-12). Pemimpin perlu mendorong orang untuk lebih baik, atau bila perlu memecat yang tidak produktif.[38]
Dalam kepemimpinan Nehemia, dia terus menggalakkan kerjasama di antara bangsa itu. Ia hentikan praktek lintah darat, dan ia ciptakan persatuan di antara penguasa yang kaya dengan orang-orang yang merasa tertindas. Ia juga mempersatukan orang-orangnya dan memberi mereka makan dari uangnya sendiri. Tanpa kerjasama, tembok Yerusalem itu takkan berhasil dibangun kembali.[39]

3. Mendengarkan Kritik. Pemimpin bertanggung jawab untuk mendengarkan kritik dari rekan-rekannya. “Siapa mengindahkan teguran adalah bijak.” (Amsal 15:5). Menangani pengkritik, pengeluh dan bahkan sering kali si mulut besar, adalah pelayanan rutin. Tetapi tidak semua kecaman keras merupakan kritik rutin. Ada batas yang halus antara mudah tersinggung dan keras kepala. Untuk menjadi seorang pemimpin terutama pemimpin rohani yang berhasil, seseorang harus memiliki pikiran seorang sarjana, hati seorang anak, dan kulit seekor badak.[40]

4. Bersikaplah Jujur. Pemimpin bertanggung jawab untuk menjaga agar setiap hal terbuka dan jujur. “Orang bebal dibinasakan oleh mulutnya, bibirnya adalah jerat bagi nyawanya.” (Amsal 18:7).
Keterbukaan berarti tidak mengandalkan kekuatan dan pengertian sendiri. Pemimpin yang tidak mau diajar hampir selalu putus hubungan dengan Allah serta orang-orangnya.[41]

5. Bersikaplah Adil. Pemimpin bertanggung jawab untuk bertindak adil terhadap bawahannya. “Neraca serong adalah kekejian bagi Tuhan, tetapi Ia berkenan akan batu timbangan yang tepat.” (Amsal 11:1). Keprihatinan adalah hasrat untuk melakukan sesuatu yang menguntungkan bagi orang lain. Kalau hati terusik untuk melayani, kecil kemungkinannya bersikap untuk mementingkan diri sendiri.[42]

ADMINISTRATOR YANG BAIK

Administrasi adalah pengaturan orang-orang dalam perkumpulan untuk meraih tujuan bersama. Salah satu unsur penting dalam administrasi adalah kesanggupan untuk bergaul dengan orang secara benar-benar ramah, sopan, tetapi mantap.[43]

Nehemia seorang pemimpin yang tidak melakukan pekerjaan dengan serampangan. Nehemia mengorganisasikan orang-orangnya menurut keluarga dan menurut prioritas yang telah direncanakannya, mulai dari gerbang kota tersebut. Tembok Yerusalem berhasil dibangun kembali karena kemampuan Nehemia untuk bekerjasama dengan orang lain dan memimpin mereka ke mana mereka harus menuju. Dia berupaya melibatkan sebanyak mungkin orang dalam prosesnya dan bergerak maju dengan mereka yang sudah siap. Dia organisasikan mereka dalam kelompok-kelompok alami berdasarkan hubungan.[44]

Persatuan mendorong pengaruh yang kuat. Persatuan penting bagi suatu tim agar menjadi terfokus pada tujuan. Hati, kemauan dan kekuatan anggota tim harus dipersatukan dengan tujuan dan arah yang sama.[45] Mendengarkan masukan atau dorongan dari bawahan merupakan suatu karakter kepemimpinan yang demokratis. Kepemimpinan jenis ini lebih bertahan lama daripada pemimpin yang menggunakan otoritas tanpa mau bekerjasama dengan orang lain terutama untuk membuat suatu keputusan.

KESIMPULAN

Nabi Nehemia telah menunjukkan gaya kepemiminan yang dapat menjadi salah satu teladan di antara banyak tokoh pemimpin dalam Alkitab. Integritas merupakan kriteria utama dalam diri seorang pemimpin Kristen yang baik dan besar. Keputusan-keputusan yang mempengaruhi banyak orang diawali dari karakter.

Nehemia adalah pemimpin yang memiliki kasih dan tanggung jawab dan yakin akan visinya bahwa Allah menuntunnya untuk melaksanakan satu pekerjaan yang menurut orang lain merupakan sesuatu pekerjaan yang tidak mungkin. Namun apa pun kritik banyak orang kepada Nehemia, dia tetap teguh dan focus kepada tujuan dengan tetap rendah hati meminta kekuatan dan petunjuk dari Allah lewat doa.

Nabi Nehemia berhasil membangun kembali tembok Yerusalem. Pekerjaan berat namun dia menjadi seorang pemimpin yang mampu sampai pada sasaran. Kepuasan total dia peroleh bersama dengan orang-orang yang mendukungnya.

DAFTAR PUSTAKA


Barna, George., Leaders On Leadership. Malang : Gandum Mas, 2002.

Eims, Leroy., 12 Ciri Kepemimpinan yang Efektif. Bandung : Kalam Hidup, 2003.

Gangel, Kenneth O., Membina Pemimpin Pendidikan Kristen. Malang : Gandum Mas,
1998.

Gordon, Bob., Visi Seorang Pemimpin. Jakarta : Nafiri Gabriel, 2000.

Harefa, Andrias., Kepemimpinan Kristiani. Jakarta : UPI STT, 2001.

J. Oswald Sanders, Oswald, J., Kepemimpinan Rohani. Batam Centre : Gospel Press,
2002.

Maxwell, John C., 21 Menit Paling Bermakna dalam Hari-hari Pemimpin
Sejati. Batam Centre : Interaksara, 2002.

Meyer, Joyce., Membangkitkan Roh Kepemimpinan. Jakarta : Trinity Publishing, 2002.

Sinamo, Jansen H., Kepemimpinan Kristiani. Jakarta : UPI STT, 2001.

Stacy T. Rinehart, Stacy T., Paradoks Kepemimpinan Pelayan. Jakarta : Immanuel,
2003.

Tomatala, Yacob., Anda Juga Bisa Menjadi Pemimpin Visioner. Jakarta : YT
Leadership Foundation, 2005.

Zenger, John H., and Joseph Folkman., The Handbook For Leaders. New York :
McGrawHill, 2004.
[1] J. Oswald Sanders, Kepemimpinan Rohani. (Batam Centre : Gospel Press, 2002), hlm. 280.
[2] George Barna, Leaders On Leadership. (Malang : Gandum Mas, 2002), hlm. 103.
[3] Kenneth O. Gangel, Membina Pemimpin Pendidikan Kristen. (Malang : Gandum Mas, 1998), hlm. 104.
[4] Stacy T. Rinehart, Paradoks Kepemimpinan Pelayan. (Jakarta : Immanuel, 2003), hlm. 114.
[5] John C. Maxwell, 21 Menit Paling Bermakna dalam Hari-hari Pemimpin Sejati. (Batam Centre : Interaksara, 2002), hlm. 123.
[6] George Barna, Op. Cit., hlm. 108.
[7] George Barna, Ibid., hlm. 146.
[8] J. Oswald Sanders, Op. Cit. hlm. 228.
[9] Andrias Harefa, Kepemimpinan Kristiani. (Jakarta : UPI STT, 2001), hlm. 34.
[10] George Barna, Op. Cit., hlm. 141.
[11] Leroy Eims, 12 Ciri Kepemimpinan yang Efektif. (Bandung : Kalam Hidup, 2003), hlm. 149-150.
[12] Stacey T. Rinehart, Op. Cit, hlm. 38-39.
[13] Yacob Tomatala, Anda Juga Bisa Menjadi Pemimpin Visioner. (Jakarta : YT Leadership Foundation, 2005), hlm. 56-57.
[14] J. Oswald Sanders, Op. Cit., hlm. 280.
[15] Joyce Meyer, Membangkitkan Roh Kepemimpinan. (Jakarta : Trinity Publishing, 2002), hlm. 304.
[16] John C. Maxwell, Op. Cit, hlm. 194-195.
[17] J. Oswald Sanders, Op. Cit., hlm. 282.
[18] George Barna, Op. Cit., hlm. 94-95.
[19] Joyce Meyer, Op. Cit., hlm. 353.
[20] John C. Maxwell, Op. Cit., hlm. 84.
[21] George Barna, Op. Cit., hlm. 56.
[22] John H. Zenger and Joseph Folkman, The Handbook For Leaders. (New York : McGrawHill, 2004), hlm. 13-14.
[23] Yacob Tomatala, Op. Cit., hlm. 24.
[24] Leroy Eims, Op. Cit., hlm. 124-125.
[25] Bob Gordon, Visi Seorang Pemimpin. (Jakarta : Nafiri Gabriel, 2000), hlm. 84.
[26] George Barna, Op. Cit., hlm. 137.
[27] John C. Maxwell, Op. Cit., hlm. 87-88).
[28] Jansen H. Sinamo, Kepemimpinan Kristiani. (Jakarta : UPI STT, 2001), hlm. 143-144.
[29] Leroy Eims, Op. Cit., hlm. 143
[30] Kenneth O. Gangel, Op. Cit., hlm. 164-165.
[31] Leroy Eims, Op. Cit., hlm. 14.
[32] John C. Maxwell, Op. Cit., hlm. 84.
[33] Stacey T. Rinehart, Op. Cit, hlm. 76.
[34] J. Oswald Sanders, Op. Cit., hlm. 217.
[35] Leroy Eims, Op. Cit., hlm. 15.
[36] J. Oswald Sanders, Loc. Cit.
[37] George Barna, Op. Cit., hlm. 159.
[38] John H. Zenger and Joseph Folkman, Op. Cit., hlm. 38.
[39] John C. Maxwell, Op. Cit., hlm. 85.
[40] George Barna, Op. Cit., hlm. 136.
[41] John C. Maxwell, Op. Cit., hlm.115
[42] Ibid., hlm. 77.
[43] Kenneth O. Gangel, Op. Cit., hlm. 142-143.
[44] John C. Maxwell, Op. Cit., hlm. 82-84.
[45] George Barna, Op. Cit., hlm. 291.